6/27/13

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Kekerasan Dalam Rumah Tangga judul yang aneh, mungkin itu yang terbersit di fikiran anda. Tetapi demikianlah adanya. Ada beberapa kisah saat saya memegang Bimbingan Konseling tentang KDRT ini.

Inilah salah satu kisahnya :

Siswi saya sebut saja namanya Merkuri, Gadis pendiam jarang bertingkah. Di kelas Tata Busana dia termasuk cantik dan agak tomboy. Merkuri tidak terlalu dekat dengan saya, karena jujur saja ia cenderung tertutup. Sehingga sulit untuk terekspose ke dunia (he...he...he..bingung mencari kata yang tepat boss...).



Singkat cerita. Pada suatu hari wali  kelas XI datang menemui saya dan mengatakan bahwa si Merkuri ini mulai jarang masuk dan catatan pembayarannya kurang lancar. Setelah konsultasi dengan Waka Kesiswaan akhirnya saya dan wali kelas datang kerumah Merkuri. Akhirnya orang tua Merkuri membuat surat kesanggupan membayar setelah mendapat kiriman kakaknya dari Jakarta. Masalah pembayaran selesai pikir saya. Besok pagi tinggal masalah absensi batin saya.

Pagi itu sangat cerah matahari menyinari embun pagi di temani angin dingin dan sedikit kabut...oh sedapnye.
Seperti biasa Merkuri mengayuh sepeda dari rumah yang berjarak sekitar 5 km dari sekolah. Tersenyum simpul setelah melihat saya di depan pintu gerbang. Di parkiran sepeda angin ia dan teman-temannya bergurau riang. Waktu beranjak siang. Saya kemudian memanggil Merkuri untuk memberitahu tentang prosentase kehadirannya yang menghawatirkan saat istirahat pertama.

"Assalamualaikaum Pak"
"Waalaikum salam Mer, silahkan duduk" jawab saya
"Ada perlu apa Pak"
"Begini Mer dari absensi kelas ternyata prosentase kehadiranmu sangat menghawatirkan sebenarnya ada apa?"
Merkuri hanya diam dan menunduk
"Tidak apa-apa ceritakan saja masalahmu" bujuk saya
"Tidak ada apa-apa Pak" jawabnya
"Ya sudah kalau tidak ada apa-apa, saya minta dirimu mulai hari ini jangan bolos lagi,,ok. Dan saya harap apa yang kita bicarakan di pertemuan ini dirahasiakan, setuju?"
"Setuju,Pak" jawabnya sambil tersenyum, lalu cium tangan dan kembali kekelas.

Sebenarnya tujuan saya memanggilnya adalah untuk mencoba membangun kepercayaan antara saya dan klien. Karena klien tergolong tertutup maka saya biasanya menggunakan metode ini. Tetapi saat dia kembali mengulangi perbuatan yang sama barulah saya memasuki lebih dalam dunianya.
Seperti hari itu, Merkuri kembali tidak masuk. Pagi harinya ia saya panggil kembali.

"Bagaimana kabarmu Mer?
"Baik Pak"
"Kemarin dirimu tidak masuk tanpa keterangan,,,sebenarnya ada apa sih?"
"Tidak ada apa-apa Pak?"
"Kali ini saya agak kurang yakin kalau dirimu baik-baik saja, kamu punya masalah apa, ceritakan pada saya dan saya akan menyimpan erat masalahmu"
"Saya tidak boleh main Pak?"
"Maksudnya" Tanya saya
" Saya tidak boleh main sama temen, kalau saya main keluar. Pulangnya saya di pukuli Bapak saya"
"Apa mungkin saat main,  dirimu lupa waktu,"
"Tidak "
" Saya pernah kerumahmu kelihatannya bapak dan ibumu baik-baik saja"
"Tapi mereka main pukul Pak"
"Ada buktinya " Kata saya
"Ini" kata dia sambil memperlihatkan bekas lebam di kaki

Setelah berbincang beberapa lama, Akhirnya saya harus lapor ke Waka Kesiswaan.dan dianjurkan melakukan mediasi.
Saya datangi orang tua Merkuri dan mengutarakan permasalahan putrinya. Namun jawaban bapak tersebut sangat mencengangkan. Alasannya biar si anak kapok dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi.
"Masak dia minta motor Pak, Sudah tahu bapaknya miskin malah minta yang aneh-aneh. Saya pukul saja biar kapok" kata bapak itu memberi alasan.

Inilah realita kehidupan, himpitan ekonomi yang makin menggila ditambah lagi era globalisasi yang makin merajalela sehingga kebutuhan antara orang tua dan anak tidak mencapai titik temu. Sehingga beberapa orang tua mungkin masih menggunakan cara-cara disiplin jaman kompeni yaitu : bentak, umpat, pukul. Agar si anak tidak bertingkah.

Orang tua dengan segala kekurangannya bersusah payah menghidupi keluarga. sedangkan si anak makin di jejali teknologi yang luar biasa pesatnya dan dituntut mengikuti perkembangan itu. Sehingga keduanya stress dan saling melampiaskan kekesalannya. Si Bapak main pukul karena kesal dan si anak sering bolos dengan alasan menenangkan fikiran bahkan terkadang sampai tidak pulang.

Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bisa di deteksi sejak dini,  kepedulian masyarakat sekitar sangat berperan membantu mengurangi dampak buruk KDRT. Karena jika dibiarkan akan berimbas pada faktor Psikologis dan terkadang sampai mengalami cacat fisik. Seperti yang dialami siswi saya ini.

Akhirnya setelah proses mediasi beberapa kali Merkuri berhasil menemukan jati diri yang sebenarnya dan bapaknya tidak main pukul lagi.

2 tahun telah berlalu sejak dia Lulus sekolah. Beberapa waktu ia menelpon saya dan memberitahu bahwa sekarang dia sudah bisa beli motor sendiri. Dan mengucapkan banyak terimakasih karena saya telah memberikan banyak motivasi dan dorongan hidup, serta memberi kesempatan untuk bangkit kembali (sekedar info : sayalah yang mencarikan pekerjaan diperusahaan di kota S setelah dia lulus, gajinya sekarang sudah 2 juta /bulan).

Ada rasa puas tak terkira dalam dada. Namun batin saya terus berdoa semoga Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak akan terulang lagi. setidaknya disini di sekolah saya ini.





No comments:

Post a Comment